Antara
menjadi akademisi prestatif dengan menyempurnakan separuh agama, manakah yang
harus diprioritaskan?
Ialah
Zahrana, seorang wanita cerdas yang lahir dari keluarga yang biasa saja.
Hidupnya mulai berubah ketika ia mendapati bahwa ayahnya seringkali dilakukan
tidak adil di kantornya akibat dari status pekerja yang disandangnya.
Hingga
suatu ketika ibunya berpesan, “… yang penting pesan ibu, tutukno sekolahmu, sekolaho sak duwur-duwure yo Nduk, ben ora asor uripmu.” Ia bertekad untuk menaikkan derajat
dirinya juga keluarga dengan menjadi siswa yang prestatif dalam setiap
jenjangnya. Setiap kali ia merasa lemah, maka dengan sekuat tenaga ia akan
berusaha untuk bangkit.
Memasuki
dunia kuliah, Zahrana mengambil dua jurusan sekaligus dalam satu waktu. S1
Teknik Arsitektur di UGM dan S1 Teknik Sipil di salah satu perguruan tinggi
swasta. Kemudian ia melanjutkan S2 di Teknik ITB. Dan berbegai prestasi lainnya
yang ia sudah torehkan, bahkan beberapakali sudah mengharumkan nama bangsa di
kancah Internasional.
Namun,
Zahrana terlena dengan terus mengejar prestasi di bidang akademik. Pergi ke
luar negeri untuk menghadiri penghargaan, adalah kesenangan tersendiri bagi
Zahrana sehingga ia lupa dengan pesan kedua orang tuanya yang mengharapkan ia
segera menikah. Cenderung mengabaikan dan memasang target tinggi bagi calon
suaminya.
Zahrana
pun memasuki usia kepala 3. Karena sudah didorong dengan sahabatnya juga
kemudian kedua orang tuanya, ia meniatkan dirinya untuk segera menikah. Namun,
ternyata ujian kembali datang pada Zahrana, calon yang akan menjadi suaminya
meninggal di hari H pernikahan (akibat dendam salah seorang dekan terhadap
Zahrana, yang dulu sempat melamar Zahrana namun ditolak).
Ia
pun menangis, seperti kata pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula, kemudian
disusul oleh kepergian ayahanda tercinta. Lengkap sudah penderitaanku, pikir
Zahrana. Pun pada akhirnya, ia mendapat kabar dari salah seorang mahasiswa nya
yang berhasil menamatkan S1 nya dengan sangat baik, yang juga kabar baik bagi
dirinya karena ternyata mahasiswa tersebut memilih Zahrana sebagai calon
istrinya.
Dan
di akhir cerita, Zahrana menikah dengan mahasiswa bimbingannya tersebut. When there is a will, there is the way.
Berprestasi,
baik itu dalam keadaan apapun itu tidak dilarang bahkan sangat dianjurkan
unturk terus menoreh prestasi. Mungkin tiap orang memiliki standar prestasinya
masing-masing, ada yang di bidang sains, volunteering,
sering menjelajah dan banyak macamnya. Namun disatu sisi pesan dari orang tua
juga jangan dianggap sebagai angin lewat, apalagi menyangkut ibadah diri
sendiri juga. J
Komentar
Posting Komentar